welcome

berkaryalah, sekecil apapun itu!!!
101211064

Sabtu, 12 November 2011

Sejarah

DAKWAH RASULULLAH SAW. DI MADINAH
       I.            PENDAHULUAN
Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Makkah. Mereka, suku Aus dan Khazraj merindukan perdamaian karena permusuhan yang telah lama terlibat antara mereka, oleh karena itu mereka ingin mengetahui agama yang dibawa Rasulullah untuk berdakwah, kemudian mereka menyatakan ikrar kesetiaan yang disebut perjanjian Aqabah I. Setelah itu pada musim haji, penduduk Yastrib (Madinah) meminta pada Rasul agar berkenan pindah ke Yastrib dan berjanji akan membela Rasul dari segala ancaman. Rasul menyetujui, dan perjanjian ini disebut Aqabah II.
Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Rasul dan orang-orang Yastrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi kepada kaum muslimin. mereka mempunyai ketetapan bulat untuk menghabisi Rasulullah saw. Saat itu Jibril turun kepada beliau membawa wahyu dari Allah, seraya mengabarkan persekongkolan Quraisy dan bahwa Allah sudah mengizinkan beliau untuk pergi serta menetapkan waktu hijrah.
Makna  hijrah bukan sekedar melepaskan diri dari cobaan dan cemoohan belaka, tetapi di samping makna itu hijrah juga dimaksudkan sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman. Oleh karena itu setiap orang mukmin yang mampu, wajib ikut andil dalam usaha mendirikan negara baru ini, harus mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga dan menegakannya.

    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sambutan Madinah terhadap Rasulullah ?
2.      Bagaimana tahapan dakwah Rasulullah di Madinah ?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Sambutan Madinah terhadap Rasulullah
Kaum Anshar telah mendengar kepergian Rasulullah dari Makkah. Maka setiap hari, ketika pagi tiba, mereka pergi keluar kota. Mereka menunggu kedatangan Rasulullah saw. Namun mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan, hingga matahari berselimut malam. Mereka pun kembali ke rumah masing-masing.
Rasulullah tiba pada saat orang-orang Madinah memasuki rumah masing-masing. Ketika itu kaum yahudi menyaksikan apa yang dilakukan kaum Anshar. Orang pertama yang melihat kedatangan Rasulullah adalah seorang laki-laki Yahudi[1]. Ia berteriak dengan suara yang nyaring., mengabarkan kepada kaum Anshar tentang kedatangan Rasulullah. Kaum Anshar segera keluar rumah untuk menyambut Rasulullah saw yang ketika itu sedang beristirahat dibawah pohon kurma. Beliau bersama Abu Bakar ra yang usianya hampir sama. Sebagian besar kaum Anshar belum pernah bertemu Rasulullah  oleh karena itu, di tengah manusia yang berdesakan itu mereka sulit membedakan. Abu Bakar mengetahui keadaan mereka yang belum mengenali Rasulullah ia segera menutupkan selendangnya untuk memayungi Rasulullah sehingga kaum Anshar dapat mengenalinya.
Umat Islam bertakbir gembira karena kedatangan Rasulullah saw. Mereka belum pernah bergembira sepanjang hidup mereka seperti kegembiraan mereka karena kedatangan Rasulullah. Madinah pun tersenyum, membesar dalam pakaian kegembiraan dan kebanggaan. Putri-putri kaum Anshar bernyanyi dengan riang gembira dan mempesona.
Thola’al badru alaina, min tsaniyatil wada’
Wajabasy syukur alaina, ma da’a lillahi da’
Ayyuhal mab’utsu fina, ji’ta bil amril muta’
Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap Rasulullah, nama kota Yastrib diganti menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwaroh (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar islam memancar ke seluruh dunia[2]. Dalam istilah sehari-hari kota ini disebut Madinah saja.
B.     Tahapan Dakwah Rasulullah di Madinah
Setelah nabi berhijrah ke Madinah, dan manusia telah berbondong- bondong masuk agama islam, mulailah Nabi membentuk suatu masyarakat baru, dan meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar yang sedang ditunggu- tunggu oleh sejarah.
Di bawah ini akan diterangkan dengan ringkas tahap- tahap dakwah beliau:
1.      Masjid Quba dan Shalat Jum’at Pertama di Madinah
Rasulullah berada di Quba beberapa hari dimana beliau di sana membangun masjid Quba, sebagai masjid yang didirikan di atas dasar taqwa sejak  hari pertama. Beliau melakukan shalat di Masjid Quba bersama orang-orang Anshar dan  Muhajirin, sedang mereka semua dalam keadaan aman sentosa.
Masjid-masjid di zaman Rasulullah sangatlah sederhana, tidak ada fariasi atau model yang didapatkan pada kurun-kurun terakhir, karena perhatian Rasulullah dan sahabat adalah mengacu pada perhiasan hati dan pembersihan dari peranan setan. Maka masjid Quba bertembok tidak lebih dari ukuran tinggi manusia, sedang di atasnya atap yang melindungi dari sengatan matahari[3].
Rasulullah keluar dari Quba hari jum’at. Saat beliau berada di pemukiman bani Salim bin Auf, beliau melakukan shalat jum’at di masjid mereka. Itu adalah shalat jum’at pertama yang dilakukan di Madinah.
2.      Rumah Abu Ayyub al-Anshari
Rasulullah berangkat ke dalam kota Madinah. Manusia berbondong-bondong menemuinya di jalan. Mereka minta agar beliau menetap di rumah mereka, seraya mengatakan, “ tinggallah bersama kami, menjadi salah satu dari kami, melengkapi kami dan menjadi kekuatan kami.”mereka juga memegang tali unta. Lalu Rasulullah saw berkata, “ Berikan jalan untuk unta ini. Sebab ia telah diperintahkan (oleh Allah).” Hal itu terjadi berkali-kali. Unta itu pun berjalan terus hingga sampai di rumah bani Malik bin Najjar, unta itu menderum di tempat yang merupakan pintu Masjid Nabawi saat ini. Tempat itu merupakan sebuah mirbad ( tempat pengeringan kurma) milik dua orang anak dari bani Najjar, yang masih termasuk paman-paman beliau. Maka beliau berkata , “ Inilah tempatku, Insya Allah”
Rasulullah turun dari unta. Maka Ayyub, yakni Khalid bin Zaid an Nazzari al- Khazraji, mengambil perlengkapan beliau dan menaruh di rumahnya. Rasulullah berhenti di sana, maka Ayyub menyambut dan memuliakannya dengan sebaik-baiknya.
Di rumah Abu Ayyub tersebut Rasulullah memilih menempati lantai bawah untuk memudahkan para pengunjung, tapi Abu Ayyub tidak sehati sebagai penghormatan kepada beliau, karena deburan debu oleh kaki akan mengenai beliau, juga air yang tumpah dari atas. Dan secara kebetulan tempat berair terpecah oleh istri Abu Ayyub di malam hari, maka dia dengan istri mengepel dengan memberi selimut terhadap Rasulullah, dan Ayyub terus memohon hingga Rasulullah berkenan untuk bertempat di atas.
3.      Membangun Masjid Nabawi
Rasulullah memanggil kedua anak yatim pemilik tempat pengeringan kurma. Beliau menanyakan harganya kepada mereka untuk membelinya dan kemudian menjadikannya sebagai masjid. Kedua anak itu berkata, “ Justru kami telah menghibahkannya terhadapmu ya Rasulullah.” Namun Rasulullah menolak untuk menerimanya sebagai hibah dari mereka. Beliau memutuskan untuk membelinya kemudian membangun masjid di tanah tersebut. Dalam pembangunan itu, Rasulullah ikut bekerja, mengangkut bata dan diikuti oleh umat islam.
Kiblat masjid menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian lantainya dengan kerikil, mengingat hujan yang membecekkan maka Rasul memintanya untuk di kerakal. Di sampingnya dibangun dua kamar bersejajar dan menempel pada masjid, sejajar dengan bentuk masjid ; satu kamar untuk Saudah dan satu kamar untuk Aisyah. Waktu itu, istri beliau masih dua orang tersebut, dan kemudian dibangun beberapa kamar setibanya istri beliau yang lain[4].
4.      Mempersaudarakan Anshar dan Muhajirin
Menurut istilah yang dipakai oleh ahli-ahli sejarah, kaum muslimin yang berhijrah dari Makkah ke Madinah disebut “Muhajirin” dan kaum muslimin penduduk Madinah disebut “Anshar”. Kaum muslimin Makkah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan, karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Makkah, di waktu mereka hijrah ke Madinah  melarikan agama dan keyakinan yang mereka anut.
Rasulullah mempersaudarakan antara kedua golongan kaum muslimin ini. Ali ibnu Abi Thalib dipilih menjadi saudara beliau sendiri. Abu Bakar beliau persaudarakan dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja’far ibnu Abi Thalib dengan Mu’az ibnu Jabal. Demikianlah Rasulullah telah mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar. Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan Rasulullah. Persaudaraan ini pada permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh persaudaraan nasab, termasuk di antaranya hal pusaka, hal tolong menolong dll.
Dengan mengadakan persaudaraan seperti ini Rasulullah telah menciptakan suatu persatuan yang berdasarkan agama, pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti terjadi sebelumnya[5].
5.      Perjanjian dengan non Muslim (Yahudi)
Penduduk Madinah sesudah peristiwa hijrah itu terdiri atas tiga golongan, yaitu : kaum muslimin, bangsa yahudi, dan bangsa Arab yang belum menganut islam. Rasulullah hendak menciptakan suasana bantu-membantu, dan sifat toleransi antara golongan tersebut, karena itu beliau membuat perjanjian antara kaum muslimin dengan bukan muslim. Isi Perjanjian (piagam Madinah)tersebut yaitu :
a.       Kelompok ini mempunyai pribadi keamanan dan politik. Adalah hak kelompok, menghukum orang yang berbuat kerusakan dan memberi keamanan kepada yang patuh.
b.      Kebebasan beragama terjamin buat semua.
c.       Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik kaum muslimin ataupun bangsa Yahudi , bantu membantu moril dan materi. Mereka dengan bahu membahu harus menangkis semua serangan terhadap negara mereka (Madinah)
d.      Rasulullah adalah ketua umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.

6.      Syariat Adzan
Rasulullah saw telah menetap dengan damai di Madinah dan ajaran islam telah di laksanakan. Umat islam selalu datang kepada beliau, berkumpul untuk melaksanakan shalat jamaah pada waktunya, tanpa di undang. Rasulullah mengingatkan ada suatu cara memanggil umat islam untuk melaksanakan shalat yang tidak sama dengan cara yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Kedua agama tersebut menggunakan lonceng, terompet, dan api.
Lalu Allah memberikan kemuliaan kepada umat islam berupa syariat adzan sebagai cara memanggil umat islam untuk melaksanakan shalat. Hal itu terjadi melalu mimpi salah satu sahabat . Rasulullah mengakuinya dan mensyaratkannya untuk umat islam. Bilal al-Habsyi (orang Habsyah, Ethiopia) terpilih untuk mengumandangkan adzan. Bilal adalah muadzin Rasulullah dan imam para muadzin hingga hari kiamat[6].
7.      Meletakkan Dasar Politik, Sosial, dan Ekonomi
Islam adalah agama dan negara. Karena masyarakat islam itu telah terwujud, maka menjadi keharusan islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru terwujud itu. Sebab itu ayat-ayat Al- Qur’an yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi penjelasan oleh Rasulullah. Mana-mana yang belum jelas dan terperinci dijelaskan oleh Rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.
Maka timbullah dari dua buah sumber yang jadi pokok hukum ini (Al- Qur’an dan Hadits) suatu sistem yang amat indah untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah.
“. . . .  . .  dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali ‘Imran 159)
Firman-Nya lagi, “. . . . dan urusan mereka adalah dipermusyawaratkan diantara mereka.” (Asy Syura 38)
Dan untuk bidang ekonomi timbul satu sistem yang dapat menjamin keadilan sosial, yaitu sistem yang dijelaskan oleh hadits : “tidaklah terpandang sebagai seorang muslim orang yang merasa kenyang, waktu dia mengetahui bahwa tetangganya lapar”.
Dalam bidang kemasyarakatan diletakkan pula dasar-dasar yang penting seperti : persamaan antara manusia. Derajat seorang manusia tidaklah lebih tinggi dari yang lain karena mulia bangsanya, atau karena kemegahannya, tetapi karena amal salehnya[7].
Allah berfirman :“hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kamu berasal dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu pada sissi Allah adalah orang yang lebih taqwa.” (Al-Hujarat 13).
8.      Munculnya Kemunafikan Orang-orang Madinah
Islam berpindah ke Madinah . Rasulullah dan sahabat telah menetap di sana. Islam juga telah menetap di sana, merangkak, dan membesar. Masyarakat islam telah ditegakkan berikut perangkat- perangkatnya. Maka keadaan pun berubah. Kemunafikan mulai muncul dan menegakkan kepalanya. Sudah menjadi fenomena alami secara psikologis, bahwa kemunafikan (hipokritas) akan segera muncul pada lingkungan yang mempertemukan dua misi yang bertentangan dan dua kepentingan yang saling berhadapan.
Orang-orang munafik yang berasal dari kabilah Aus dan Khazraj serta kaum Yahudi yang dipimpin oleh Abdullah bi Ubay bin Salul, orang yang dicalonkan menjadi pemimpin Madinah sebelum Rasulullah hijrah. Mereka mulai melakukan muslihat terhadap Islam, menunggu-nunggu terjadinya bencana, dan membolak-balik terjadinya persoalan-persoalan muslimin. Lalu terjadilah kelompok yang saling bersebrangan, yang masuk ke dalam masyarakat islam di Madinah. Umat islam harus selalu hati- hati, karena hal itu terkadang bisa lebih berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin daripada musuh yang terang - terangan[8].
Dalam hal ini prinsip Rasulullah adalah menerima apa yang tampak dan menyerahkan kepada Allah apa yang tersimpan. Dalam pada itu beliau tidak mempercayakan suatu tugas pekerjaan apapun kepada mereka. Sering kali beliau harus keluar dari Madinah dan diserahkannya Madinah kepada Anshar, tetapi belum pernah beliau menguasakan kepada orang yang telah terbukti kemunafikannya, karena Rasulullah mengetahui apa yang akan terjadi seandainya mereka diberi kekuasaan suatu tugas maka mereka akan menggunakan kesempatan itu untuk merusak kaum muslimin[9].
9.      Perubahan Kiblat
Umat islam melaksanakan shalat menghadap Baitul Muqaddas selama 16 bulan setelah Rasulullah tiba di Madinah. sesungguhnya Rasulullah lebih suka menghadap Ka’bah,umat Islam dari bangsa Arab sangat mencintai dan menghormati Ka’bah . akan tetapi  tidak menjadikan kiblat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai kiblat.  Oleh karena itu mereka menginginkan untuk berpaling ke Ka’bah. Sebab, menjadikan Baitul Muqaddas sebagai kiblat merupakan sebuah ujian bagi umat islam. Ketika Allah menguji ketakwaan hati dan kepasrahan mereka kepada perintah- perintah-Nya, Allah memalingkan Rasul-Nya dan umat Islam ke Ka’bah. Allah berfirman :
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas(perbuatan) kamu. Dan kami tidak menetapkan kiblatmu(sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali oleh orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah”. (al- Baqarah:143)
                                    Umat Islam berpaling ke Ka’bah dalam rangka menaati Allah dan Rasul-Nya. Ka’bah menjadi kiblat bagi umat Islam hingga hari kiamat, dimanapun mereka berada, mereka akan mengarahkan wajahnya ke Ka’bah.
10.  Campur Tangan Kaum Quraisy di Madinah
            Islam telah stabil di Madinah dan kaum Quraisy mengetahui bahwa Islam terus tumbuh dan berkembang setiap hari, bertambah kuat dan semakin melebar. Jika keadaan tetap seperti itu maka lepaslah kendali mereka. Islam akan menjadi seorang pemuda yang tumbuh berkembang dan sempurna kekuatannya. Hingga tidak ada lagi jalan mereka ke sana.
            mereka senantiasa mendorong terjadinya permusuhan dan peperangan terhadap umat Islam. Mereka selalu meneror umat Islam dengan segala cara. Allah kemudian memerintahkan umat Islam untuk bersabar, memaafkan serta berlapang dada. Allah berfirman, “Tahanlah tangan- tangan kalian, dan tegakkanlah shalat.” Dengan demikian umat Islam merasakan kehidupan menjadi ringan. Demikian pula ketaatan, perlawanan terhadap hawa nafsu dan sikap mengalah, menjadi ringan untuk dilakukan.
 IV.            KESIMPULAN
Penduduk Yastrib menyambut hangat kedatangan Rasulullah  dengan riang gembira. Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib (Madinah), Rasulullah resmi menjadi pemimpin penduduk itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Rasulullah Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat baru di Madinah, Rasulullah menetapkan dasar-dasar di antaranya Membangun masjid, mempersaudarakan Anshar- Muhajirin dan persahabatan dengan non Islam. Meskipun timbul pengkhianatan dan kemunafikan Yahudi, beliau serta umat muslim dapat mengatasinya. Dan dari sinilah cahaya Islam terpancar ke seluruh dunia.
    V.            PENUTUP
Demikian makalah tentang Tahapan Dakwah Rasul di Madinah. Saya menyadari bahwa makalah ini  jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat saya harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Terimakasih, semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta : Gema Insani, 2001.
Hasani an-Nadwi, Abul Hasan Ali, Sirah Nabawiyah, Yogyakarta : Mardhiyah Press, 2007

Sunarto, Achmad(Terj),  Nurul Yaqien,  Semarang : CV Asy Syifa’. 1992

Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : PT Al Husna Zikra, 1997.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003.





[1] Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi . Sirah Nabawiyah, diterjemahkan oleh Muhammad Halabi Hamdi dari “Ass-Sirah an-Nabawiyah”,(Yogyakarta : Mardhiyah Press. 2007). Hlm. 219
[2] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo.2003) hlm. 25
[3]M Al Khudlari(ed), Nurul Yaqien,diterjemahkan oleh Achmad Sunarto, ( Semarang : CV Asy Syifa’. 1992) hlm. 116
[4] Ibid. hlm. 124
[5] A, Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : PT Al Husna Zikra, 1997).hlm. 17
[6] Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi .op. cit. Hlm 227
[7] A Syalabi. Op. cit. Hlm. 20
[8] Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi. op. cit. Hlm. 229-230
[9] M Al Khudlari. Op. cit.  Hlm. 130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar